Previous Next

Tuesday, April 27, 2010

Burung Bangau

 


Pernahkah teman-teman melihat burung bangau? Seperti apa burung bangau itu ya? Bangau adalah sebutan untuk burung dari keluarga Ciconiidae. Dalam bahasa Inggris disebut juga Stork. Badannya berukuran besar, berkaki panjang, berleher panjang namun lebih pendek dari burung Kuntul, dan mempunyai paruh yang besar, kuat dan tebal.

Bangau bisa dijumpai di daerah beriklim hangat. Habitat di daerah yang lebih kering dibandingkan burung Kuntul dan Ibis. Makanannya adalah katak, ikan, serangga, cacing, burung kecil dan mamalia kecil dari lahan basah dan pantai. Bangau tidak memiliki organ suara syrinx sehingga tidak bersuara. Paruh yang diadu dengan pasangannya merupakan cara berkomunikasi menggantikan suara panggilan.

Bangau merupakan burung pantai migran, terbang jauh dengan cara melayang memanfaatkan arus udara panas sehingga dapat menghemat tenaga. Sekedar informasi, bahwa foto burung Bangau yang sedang terbang oleh Ottomar Anschütz (1884) menjadi inspirasi Otto Lilienthal untuk membuat glider yang digunakan untuk terbang layang pada akhir abad ke-19.

Bangau merupakan burung yang berat dengan rentang sayap yang lebar. Spesies Leptoptilos crumeniferus dari Afrika mempunyai rantang sayap 3,2 meter, sehingga dijuluki sebagai "burung darat dengan rentang sayap terpanjang di dunia" bersaingan dengan burung Kondor dari Pegunungan Andes Sarang digunakan untuk beberapa tahun, berukuran sangat besar, diameter hingga 2 meter. dan kedalaman sarang 3 meter. Bangau pernah dikira monogami, tapi ternyata tidak selalu benar. Bangau cenderung setia pada sarang dan pasangannya, tapi mungkin juga berganti pasangan sehabis migrasi atau pergi bermigrasi tanpa ditemani pasangannya. Badan yang berukuran besar, bersifat monogami, dan kesetiaan pada tempat bersarang menjadikan burung Bangau sering dijadikan simbol pembawa kebahagiaan di dalam banyak kebudayaan dan mitologi.

Jenis-jenis Bangau (Stork)

Family Ciconiidae
Genus Mycteria
Bangau Bluwok atau Wilwo (Mycteria cinerea)
Yellow-billed Stork (Mycteria ibis)
Painted Stork ( Mycteria leucocephala)
Wood Stork (Mycteria americana)
Genus Anastomus
Asian Openbill Stork (Anastomus oscitans)
African Openbill Stork (Anastomus lamelligerus)
Genus Ciconia
Bangau hitam, Ndao atau Bangau Sandang-lawe ( Ciconia episcopus)
Bangau Hutan Rawa, Bangau storm (Ciconia stormi)
Abdim's Stork (Ciconia abdimii)
Maguari Stork (Ciconia maguari)
Oriental White Stork (Ciconia boyciana)
White Stork (Ciconia ciconia)
Black Stork (Ciconia nigra)
Genus Ephippiorhynchus
Black-necked Stork (Ephippiorhynchus asiaticus)
Saddle-billed Stork ( Ephippiorhynchus senegalensis)
Genus Jabiru
Jabiru (Jabiru mycteria)
Genus Leptoptilos
Bangau Tongtong atau Jenggot Solah (Leptoptilos javanicus)
Greater Adjutant ( Leptoptilos dubius)
Marabou Stork (Leptoptilos crumeniferus)

Simbolisme

Bangau berwarna putih (Ciconia ciconia) adalah lambang kota Den Haag di Belanda dan lambang tidak resmi negara Polandia yang memiliki 25 persen dari keseluruhan jenis Bangau. Dalam kebudayaan Barat, burung Bangau digunakan sebagai lambang kelahiran bayi. Cerita tentang kelahiran bayi yang dibawa oleh burung bangau merupakan dongeng sebelum tidur dari negeri Belanda dan Jerman sebelah utara. Bangau yang bersarang di atap rumah dipercaya sebagai keberuntungan dan penghuninya akan diberkahi kebahagiaan. Di zaman Victoria, di saat perbincangan mengenai fungsi reproduksi masih dianggap tabu, pertanyaan anak kecil tentang asal-usul kelahiran bayi dijawab dengan dongeng kedatangan bayi yang dibawa burung Bangau. Dalam kebudayaan populer, burung Bangau sering digambarkan terbang membawa bayi beralaskan sehelai kain yang ujung-ujungnya terikat dan digantung pada paruh. Di bibir atas, kelopak mata atas, dan bagian tengkuk bayi yang baru dilahirkan sering dijumpai bercak berwarna merah jambu kemerahan yang dipercaya sebagai bekas jepitan paruh burung Bangau. Bercak ini disebut salmon patch yang merupakan tanda lahir vaskuler yang akan hilang sendiri.

Bangau mahkota merah

Bangau Jepang atau bangau mahkota merah atau juga Bangau Manchuria adalah jenis bangau berukuran besar dan juga menjadi jenis bangau paling langka ke-2 di dunia. Bagi masyarakat Asia Timur bangau ini menjadi simbol keberuntungan dan kesetiaan. Dengan tinggi 140 cm, memiliki habitat di rawa-rawa. Saat dewasa, bangau bermahkota merah berwarna putih salju dengan bulu di kepala berwarna merah. Warna tersebut berubah menjadi merah terang ketika mereka menjadi agresif atau gembira. Bangau terberat yang pernah tercatat adalah bangau rmahkota merah jantan dengan berat 15 kg, walaupun jenis Sarus Crane berukuran lebih tinggi.

Warna merah pada kepala bangau

Pada musim semi dan musim panas, bangau mahkota merah berkembangbiak di Siberia dan jarang-jarang di wilayah Mongolia (seperti di Wilayah Perlindungan Mongol Daguur). Secara normal bangau ini menelurkan 2 buah telur, dan hanya satu yang akan bertahan. Lalu pada musim gugur, mereka bermigrasi untuk bertahan dari musim dingin ke negara-negara di Asia Timur seperti Korea, Jepang, Cina, dan Taiwan. Sebagian besar bangau mahkota merah bermigrasi ke selatan, namun ada kawanan yang menjadi penghuni tetap di Hokkaido.

Makanan bangau mahkota merah adalah amfibi kecil, mahluk invertebrata di sekitar perairan, serangga dan tanaman yang tumbuh di rawa-rawa.Habitat bangau mahkota merah ada di rawa-rawa, pinggir sungai, persawahan dan lahan-lahan basah.

Status Populasi

Populasi yang masih bertahan diperkirakan hanya 1.700 - 2000 ekor di alam liar, membuatnya menjadi salah satu spesies burung terlangka di dunia. Penangkaran Nasional (National Aviary) di Pittsburgh, Pennsylvania, Amerika Serikat menjalankan program penangkaran dari bangau ini dan dikembalikan ke Rusia untuk di kembangbiakkan di Cagar Alam Khinganski untuk dilepaskan ke alam liar. Program ini telah mengirimkan sebanyak 150 buah telur sepanjang 1995-2005. Program ini ditangguhkan untuk berkonsentrasi pada program konservasi jenis bangau lainnya di Rusia, selain pendidikan dan pengendalian bencana kebakaran.

Di Jepang bangau ini disebut tancho, yang konon bisa hidup sampai usia 1000 tahun. Sepasang bangau mahkota merah pernah digunakan dalam desain untuk seri D pada uang 1000 yen. Dalam bahasa Ainu, bangau mahkota merah disebut sarurun kamui atau kamui rawa. Kamui adalah sebutan untuk "mahkluk halus" dalam bahasa Ainu. Seseorang yang hidup abadi sama dengan dibawa oleh seekor bangau maka sering disebut Xian He atau peri bangau. Bangau ini juga simbol keagungan. Gambar dari bangau ini telah ditemukan pada makam Dinasti Shang dan pada benda-benda persembahan dari perunggu Dinasti Zhou.

Sumber :
Wikipedia

NAVIGASI PADA BURUNG

Berkat adanya teknik telemetri via satelit, berbagai hal yang terjadi selama perjalanan panjang burung-burung migrasi antarnegara dan antarbenua kini bisa terungkap.

Suatu hari pada akhir Februari di Afrika, di pucuk sebatang pohon, seekor prenjak kutub muda sedang menanti matahari tenggelam. Ia mengamati dengan seksama titik hilangnya matahari di balik cakrawala. Ke sanalah ia harus pergi. Setengah jam kemudian ia sudah melesat terbang sendirian. Dua bulan kemudian, di akhir April, dia tiba di tempat tujuan: sebuah telaga kecil di barat Muenchen, tempat ia dulu dilahirkan.

Formasi khusus

Diperkirakan, sekitar 50 miliar ekor burung di dunia melakukan migrasi secara rutin. Rata-rata mereka terbang berkelompok dengan formasi khas. Jalak afrika dan gelatik terbang dalam kelompok. Burung terik dan merpati terbang dalam barisan yang lebih panjang dan lebih banyak. Angsa dan burung jenis lain terbang berurutan membentuk huruf V; yang di ujung depan bertindak sebagai komandan barisan meski jabatan ini senantiasa dipegang secara bergantian. Saat pensiun, komandan lama berpindah ke ujung barisan paling belakang. Pasalnya, tugas terbang paling depan itu sangat menguras tenaga. Sedangkan yang di belakang bisa menghemat sampai 20%.

Para migran itu terbang dari tempat asalnya ke tempat tujuan untuk menghindari musim dingin, masing-masing dengan rutenya sendiri. Umumnya, burung Eropa bermigrasi tidak sampai keluar dari benua. Paling-paling mereka ke Prancis Barat atau Spanyol untuk menghindari musim dingin. Tapi, yang lain ada yang terbang terus sampai ke Afrika Utara. Bahkan ada yang sampai ke daerah dekat khatulistiwa atau Afrika Selatan. Itu pun dilakukan mengambil rute barat lewat Spanyol dan Gibraltar, atau mengambil rute timur melewati Balkan dan Asia Kecil. Tidak langsung melintasi Laut Tengah, sebagai rute tersingkat.

Terutama jenis burung besar, biasanya menghindari laut terbuka, karena di atas laut tidak ada termik—aliran udara panas—yang dapat digunakan sebagai pendorong terbang mereka.

Pada musim semi sekitar 500 juta burung migran terbang dari tempat berlibur musim dingin di Afrika, kembali ke Eropa dengan mengambil jalur lewat Israel. Di antaranya terdapat lebih dari 400.000 ekor bangau putih dan beberapa jenis elang. Dalam suatu rombongan besar yang panjangnya mencapai 10 km dan lebar beberapa ratus meter, mereka terbang melintasi negara itu. Banyak di antaranya yang ngetem, bahkan menetap menghabiskan musim panas di sana.

Alat pemancar dan satelit

Melihat rombongan yang begitu besar, sebenarnya hidup mereka terancam seperti dialami jenis bangau putih. Perlindungan terhadap jenis bangau ini sudah dilakukan oleh Lembaga Penelitian Burung Radolfzell (LPBR) dalam Proyek Bangau Putih.

Untuk keperluan pengamatan, para ilmuwan menggunakan alat telemetri satelit. Pada punggung burung dipasang sebuah alat pemancar mini seberat 45 g yang berarus listrik tenaga surya. Pengiriman data dilakukan dengan bantuan sistem lokalisasi ARGOS. Setiap 60 detik, alat pemancar itu menyiarkan getaran yang akan ditangkap oleh kedua satelit yang ditempatkan pada ketinggian 870 km.

Sementara mengorbit, satelit dapat menerima impuls sekitar 10-15 menit. Impuls yang diterima dikirim langsung ke stasiun penerima di Bumi, kemudian masuk ke salah satu dari dua Pusat Pengolahan Data di Toulouse (Prancis) atau Landover (Amerika). Di sini koordinat tempat pemancar di punggung bangau itu dihitung. Kemudian data itu diolah di komputer di LPBR. Dengan demikian perjalanan bangau putih selama penerbangan itu bisa diikuti dengan tepat.

Alat pemancar yang ditempelkan pada punggung burung itu berada dalam kantung kecil dan dipasang demikian rupa sehingga tidak mengalangi gerak binatang itu. “Begitu dipasang, kantung mini itu langsung ‘menghilang’ di balik bulu-bulu punggung, dan burung itu pun sudah bisa terbang bebas seperti biasa,” jelas Prof. Peter Berthold, pimpinan LPBR.

Kini sudah 53 ekor bangau diteliti dengan telemetri satelit. Dalam tahun 1993/1994, burung pertama dari enam yang dibekali pemancar mini bisa diikuti sampai ke Afrika Selatan dan Zambia saat terbang pulang. Berarti sampai sejauh 13.000 km! Setahun kemudian para peneliti malah bisa mengikuti seekor bangau sampai sejauh lebih dari 16.000 km ke Tanzania, dan juga dalam perjalanannya kembali. Untuk memperoleh gambaran lebih rinci bagaimana perilaku burung itu selama perjalanan, bangau yang sudah dilengkapi pemancar itu kadang juga diikuti dengan mobil atau pesawat kecil dan tambahan alat telemetri Bumi setempat.

Penggunaan teknik telemetri satelit yang baru itu sudah memperlihatkan hasilnya. Kini para ahli secara terinci bisa membedakan, apakah seekor burung dalam rute perjalanan pergi atau pulang. Dari sini bisa disimpulkan, ternyata tidak mudah bagi burung itu menemukan jalan pulang ke ‘kampung halamannya’. Mereka harus bernavigasi.

Usus dan hati mengecil

Untuk menghindari kelelahan, burung sudah bersiap diri sebelum terbang lama. Mereka mengkonsumsi sejumlah besar makanan berkadar lemak tinggi sebagai ‘bahan bakar’. Otot sayapnya juga membesar. Selama terbang, usus mereka akan mengerut sepertiga dan hatinya mengecil. Selain meringankan beban tubuh saat terbang, lemak dari organ tubuh yang mengecil itu digunakan sebagai sumber energi tambahan. Begitu mereka tiba di tempat tujuan, organ tubuhnya kembali ke bentuk normal.

Kekuatan tubuh burung pengembara ini hebat, tapi lebih hebat lagi kerja alat-alat inderanya. Tentu saja ini hanya bisa dilihat di laboratorium. Selama perjalanan jauh, semua burung pengembara mengembangkan apa yang disebut siaga kembara. Ini juga digunakan walau burung itu berada di kandang. Kemampuan ini terutama tampak menonjol pada burung yang biasa terbang malam.

Aktivitas ini menjadi ukuran daya mengembara burung itu. Makin besar daya itu, makin jauh perjalanan yang dia lakukan. Mengenai waktu yang tepat untuk beristirahat atau berhenti dan mengakhiri perjalanan, itu menjadi tugas jam tubuh yang sudah diatur sepanjang hari itu.

Orientasi arah terbang bagi setiap jenis burung juga sudah diprogram di dalam tubuhnya. Ini dibuktikan dalam eksperimen pakar biologi A.J. Helbig. Ia menukar prenjak pendeta yang ada di LPBR, yang biasa bermigrasi ke Afrika Timur atau sekitar Laut Tengah, dan yang memilih arah perjalanan berbeda (tenggara atau barat daya). Hasilnya, burung yang ditukar itu maunya langsung terbang ke selatan.

Peralatan navigasi

Untuk bisa dengan mulus sampai di Afrika, mengandalkan orientasi arah saja belum cukup. Bagaimana kalau teralang gunung tinggi atau ada arus angin yang berlawanan, misalnya? Ternyata burung memiliki alat navigasi lain yaitu kompas matahari. Ini ‘ditemukan’ oleh Gustav Kramer, peneliti burung, pada 1950. Dengan kompas itu burung migran tidak akan kehilangan arah. Dengan bantuan jam tubuhnya, ia juga bisa memperhitungkan kalau matahari setiap jam bergerak makin tinggi membuat lengkungan sebesar 15°.

Itu bagi burung yang terbang siang hari. Bagaimana bagi penerbang malam? Ternyata pada tubuh burung gelatik nila ditemukan kompas lain. Seorang zoolog Amerika, S.T. Emlen, berhasil membuktikannya tahun 1967. Saat melesat di kegelapan malam, burung itu ternyata menggunakan bintang sebagai kompas. Mereka mengorientasikan diri pada gerak putar keseluruhan bintang di langit. Di atas khatulistiwa, bintang-bintang tampak bergerak cepat. Tetapi mendekati kutub, kecepatannya berkurang. Tepat di atas kutub, bintang akan ‘berhenti’. Burung migrasi mengenal itu sebagai titik perputaran langit.

Namun, bantuan orientasi terpenting bagi sebagian besar penerbang malam itu adalah magnet Bumi. Roswitha dan Wolfgang Wiltschko dari Institut Zoologi, Universitas Frankfurt, belum lama ini berhasil membuktikannya. Di bawah langit berbintang buatan di laboratorium, mereka menguji perilaku prenjak kutub dan sikatan dada putih, yang biasa terbang ke arah barat daya. Dalam serangkaian percobaan, burung-burung ini baru mampu menuju ke barat daya yang benar, ketika diberi tambahan kesempatan mengorientasikan diri pada medan magnet Bumi. Bila medan magnet diubah, mereka akan terbang ke selatan.

Sudah lama orang mencari alat indera yang menyimpan kompas medan magnet Bumi itu. Para biolog dari Frankfurt, Elke Holtkamp-Rotzler dan Gerta Fleissner, menemukan sejumlah kristal magnetis renik pada kulit sebelah atas dekat paruh pada jenis burung merpati pos. Kristal magnetis ini berhubungan dengan otak yang penting peranannya sebagai alat orientasi. Apakah kristal magnetis itu yang berperan sebagai navigasi, masih belum jelas.

Satu hal yang pasti, kompas magnet para burung itu berbeda fungsi: dia bukan membedakan utara atau selatan seperti biasanya kompas, melainkan membedakan ‘arah kutub’ dan ‘arah khatulistiwa’. Untuk itu kompas milik burung itu akan mencatat sudut inklinasi antara garis medan magnet dengan permukaan Bumi. Karena sudut ini berada lebih dekat ke garis khatulistiwa daripada ke kutub, maka burung itu senantiasa bisa tahu dengan tepat, pada garis lintang utara atau selatan berapa ia berada.

Ketiga kompas ini masing-masing digunakan sesuai kebutuhan. Pada awal perjalanan, ia bernavigasi dengan kompas matahari atau bintang (tergantung berangkatnya siang atau malam hari). Lalu untuk orientasi perjalanan jarak jauh, ia menggunakan kompas magnet.

Namun, bagaimana mereka bisa menemukan kembali dengan tepat tempat asalnya, hingga saat ini belum ada kesepakatan di kalangan ilmuwan. Ada yang meyakini kalau burung itu memiliki ‘peta’ topografi di otaknya. Sedangkan yang lain memperkirakan burung itu berorientasi pada cahaya, tekanan udara, atau aroma lingkungan daerahnya.

Bahaya yang mengintai

Dengan ‘peralatan’ navigasi, burung-burung migrasi itu benar-benar sudah dibekali perlengkapan optimal untuk perjalanan jauh. Walau demikian, pada musim semi sepertiga dari populasi burung itu tidak sampai kembali ke tempat kelahirannya. Banyak di antaranya yang menjadi korban ketika menghadapi berbagai bahaya dalam perjalanan panjangnya.

Burung yang ketika berangkat tidak cukup mempersiapkan makanan atau di perjalanan tidak menemukan tempat istirahat yang cocok, biasanya tewas kelelahan. Sedangkan burung yang terlambat terbang, di ‘stasiun-stasiun’ perhentian selama perjalanan, akan kesulitan mendapatkan makanan karena sudah dilahap habis burung lain yang berangkat lebih dulu.

Selain itu, di beberapa negara seperti Prancis, Italia, dan Timur Dekat, burung-burung itu dianggap sebagai objek buruan. Atau dianggap sebagai sumber makanan seperti di Afrika. Sebagai binatang buruan saja, setiap tahun sekitar 20 juta ekor bebek di Amerika Utara, Eropa, dan di barat Asia menjadi korban.

Kabel listrik juga merupakan bahaya yang mematikan bagi burung besar. Juga industri pertanian atau peternakan dan urbanisasi makin banyak menghancurkan tempat istirahat dan mencemarkan bahan-bahan makanan mereka. Masalah inilah yang membuat banyak organisasi dunia mulai memikirkan, mencari, dan menetapkan tempat baru bagi burung-burung migrasi.

Israel banyak didatangi berbagai rombongan burung yang bersaing dengan pesawat militer negeri itu. Tak jarang terjadi tabrakan antara pesawat militer dan konvoi burung yang efek benturannya mirip bunyi ledakan senjata. Namun, dengan mempelajari ketinggian dan jalur terbang burung itu pakar burung Yossi Leshem menemukan, mereka hanya melewati jalur udara tertentu yang bisa dihindari lalu lintas pesawat.

Kaum burung itu, entah jenis migran atau non-migran, sebenarnya dikenal sebagai setengah kembara. Yaitu hanya sebagian dari populasi mereka yang bermigrasi, sedangkan yang lain melewati musim dingin di tempat asalnya. Termasuk kelompok ini adalah burung anis kuning, robin, kenari, dan gelatik batu.

Apakah mereka kemudian secara turun-temurun menjadi jenis non-migran atau migran, tergantung pada keadaan telur ketika dibentuk. Rupanya, ini strategi evolusi yang cerdik untuk mengamankan suatu keturunan: bila dalam suatu musim dingin hebat, banyak telur tidak menetas sampai kelangsungan hidup burung non-migran berkurang banyak atau malah habis sama sekali. Namun, jenis yang bermigrasi masih tetap hidup.

Percobaan silang sudah menunjukkan, bagaimana cepatnya sifat genetis burung itu bisa berubah: yaitu dari sekelompok populasi jenis prenjak pendeta yang tidak termasuk dalam kedua kelompok tadi (migran atau non-migran), dalam 3-6 generasi sudah bisa ditentukan dengan jelas, mana yang akan jadi non-migran dan mana yang migran.

Mengapa ke Inggris?

Beberapa tahun lalu, pada jenis burung yang sama yang sedang berada di bawah pengawasan pengamat burung, terlihat ada perubahan. Di musim gugur, kelompok prenjak pendeta itu tampak selalu terbang ke arah barat laut, ke arah Irlandia, Inggris, bukannya ke arah barat daya, ke Spanyol, seperti biasanya. Seakan mereka membuka rute terbang baru ke arah Inggris.

Apakah perubahan arah ini memang bawaan dari lahir? Untuk memperoleh jawabannya, para peneliti burung di Radolfzell menangkap 40 ekor prenjak pendeta di Inggris, memindahkannya ke Bodensee, dan menahan beberapa pasang dalam kurungan. Pada musim semi, mereka sudah mempunyai keturunan yang sudah menunjukkan arah terbang ke Inggris seperti induknya. Ini merupakan bukti bahwa ‘pergantian arah’ itu diatur secara genetis.

Para peneliti penasaran untuk mencari tahu apa penyebab evolusi di sini. Perubahan genetis yang kebetulan dapat berkembang menjadi pencarian ‘rute terbang baru’ itu bukan hanya karena musim dingin yang tidak terlalu hebat di Inggris.

“Penyebab yang pasti adalah adanya gerakan nasional yang muncul di Inggris pada akhir Perang Dunia II. Di sana waktu itu ada kebiasaan memasang ‘meja burung’, berupa rumah kecil tempat menaruh makanan burung, yang biasa dipasang di halaman depan. Ini memberi burung suatu kehidupan seperti di dunia impian,” kata Peter Berthold.

Walaupun ada kemampuan menyesuaikan diri yang mengagumkan itu, tetap saja 70% dari mereka terancam kematian. Ini akibat ulah manusia terhadap alam sekeliling, yang terjadi lebih cepat daripada antisipasi mekanisme genetis kaum burung itu. Burung pengembaralah yang terkena dampak paling kuat. Di samping membutuhkan daerah pengeraman, mereka juga butuh tempat istirahat dan tempat bermigrasi yang cocok. Lenyapnya mereka merupakan tolak ukur yang penting bagi keadaan lingkungan.

Kaum burung jauh lebih peka daripada kita. Kalau mereka melakukan pengeraman lebih awal dan memilih rute perjalanan atau daerah migrasi baru, sebenarnya kita sudah harus curiga. Ada sesuatu. Kita memang harus lebih peka ‘mendengarkan’ mereka.

[Marianne Oerti, November 2000, Majalah Intisari]

Monday, April 19, 2010

Bertahan

Bertahan Februari 13, 2008

Posted by safruddin in Inspirasi.
trackback

Bertahan

Di sebuah daerah terpencil di pinggiran kota, ada seorang guru muda yang sudah cukup lama mengabdi sebagai pengajar di sebuah Sekolah Dasar Terpadu. Gajinya tidaklah terlalu besar, masih di bawah standar UMR daerah tersebut. Sebagai seorang wali kelas, tugasnya tampak lebih berat dan full setiap harinya. Bahkan tugas -tugas administrasi kelas pun membuatnya selalu lembur. Pada awalnya, dia menikmati semua itu. Besar kecil nya gaji tak membuatnya pasrah, ia tetap bersemangat dengan memendam harapan akan adanya kehidupan yang lebih baik baginya kelak.

Namun, sebagai mana manusia pada umumnya, keletihan dan ketidak puasan pasti datang seiring berjalannya waktu. Perbaikan standar gaji tak juga diterimanya. Sedangkan dia harus membiaya hidupnya sendiri yang semakin hari semakin membengkak. Gaji tak bisa lagi menutupi kebutuhan hidup, sedangkan dia sama sekali tidak menyukai sesuatu yang gratis atau hanya bergantung pada pemberian orang.

Maka dia pun menambah aktivitas yang bisa menghasilkan pemasukan tambahan. Dia berjualan baju di pasar setiap hari libur, dan mengajar anak TK sesudah mengajar di SD, sampai malam. Begitulah setiap harinya. Tak ada waktu untuk berleha -leha. Agar bisa tetap bertahan.

Sampai akhirnya sampai ia pada batas kelelahannya. Ia sering mengeluh pada teman dekatnya. Ia ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih baik; tentunya secara finansial maupun iklim kerja. Lalu ia pun mulai bergerilya lagi, melamar pekerjaan ke tempat lain. Ia bertekad untuk pindah dari sekolah itu, meskipun berat rasanya meninggalkan anak -anak yang diajarnya.

Kemudian, pada suatu hari, saat ia masuk kelas tiba -tiba suasanan begitu sunyi. Anak -anak yang biasanya ramai menyambutnya tidak tampak satupun. Dan, itulah, tiba -tiba beberapa orang anak memeluknya dari belakang sambil berkata; “Ibu, selamat ulang tahun!” mereka mencium telapak tangannya. Diikuti seluruh anak yang diajarnya. Mereka memasang sebuah karton besar di kelas yang ditulisi ucapan selamat ultah oleh seluruh anak.

Guru itupun tak kuasa menahan air matanya. Dia menangis sambil jongkok di depan kelas. Anak -anak itu satu persatu menyerahkan bingkisan hadian ulang tahun dan selembar surat.

Di rumahnya, guru itu membuka surat -surat cinta itu dan membacanya sambil menangis. Terutama saat membaca, “Ibu, tak ada yang bisa kuberikan selain ucapan ini. Selamat ulang tahun ibu guru. Terima kasih karena telah begitu baik mengajari kami selama ini. Terima kasih atas segala yang telah ibu berikan. Kami mencintai ibu”

Keesokan harinya, guru itu berkata pada temannya, bahwa dia tidak jadi pindah kerja. saat ditanya alasannya, guru itu menjawab, “aku punya anak -anak. aku belum bisa meninggalkan mereka. belum saat ini”

NOTE :

Di saat kenyataan hidup begitu sulit sehingga kita merasa tak bisa memikulnya lagi, apa yang bisa membuat anda bangkit kembali untuk mencoba bertahan? Lalu terus berjuang? Apa yang bisa membuat kita tetap bertahan di jalan ini?

Satu hal yang pasti, keyakinan yang kuat, bahwa sesulit apapun hidup ini, kita pasti bisa melewatinya. Karena kita tak pernah sendirian. Alloh bersama kita, Dia akan memberi kekuatan melalui doa kita. Itulah yang membuat kita bisa tetap bertahan.

Lalu, kehadiran orang –orang yang mencintai kita. Terkadang hal -hal yang dianggap sepele, bisa membuat kita bertahan. Bertahan, dan terus bertahan. Perhatian, doa, dan cinta dari orang -orang terdekat, adalah salah satu sumber kekuatan kita. Kita merasa berarti, merasa dicintai, dibutuhkan, sehingga kita mengerahkan segenap energi kita untuk melanjutkan hidup. Melanjutkan perjuangan, yang tak akan pernah ada ujungnya sampai kita mati.

Sebab kuat itu bukan pada saat kita bisa mendapatkan, namun saat kita bisa memberi। Kuat bukan saat kita bisa memenangkan segala kompetisi dalam hidup, tapi saat kita jatuh lalu bangkit kembali untuk bertahan dan melanjutkan perjuangan.


http://safruddin.wordpress.com/2008/02/13/bertahan/